Selasa, 11 Januari 2011

Night

[10 Januari 2011 20.55]
Malam yang tenang. Langit berawan yang dihiasi bulan dengan senyumnya yang membuat otot di rahangku menarik sebuah senyuman yang tulus. Dan sebuah bintang yang menemani sang ratu malam, menambah lebar senyumku. Angin malam membisikkan sesuatu dengan bahasanya melalui telingaku yang dingin karena temperatur udaranya yang di bawah suhu kamar.

“Tenangkan dirimu malam ini. Tak usah kau hiraukan problema yang menemuimu hari ini, kemarin, dua hari yang lalu, dan seterusnya di waktu yang lalu. Biarkan malam mengunci mereka dengan kegelapannya. Hari ini hanya untuk kau dan Tuhan. Allah. Berikanlah semua alat tulis kehidupanmu kepada-Nya. Biarkan Ia menghapus hal-hal yang tak kau inginkan dan menggantinya dengan hal-hal yang terbaik untuk kehidupanmu esok, lusa, dua hari yang akan datang, dan seterusnya di masa depanmu.”

[11 Januari 2011 00.00]
Malam semakin larut. Gumpalan awan semakin jelas memutih. Kontras dengan warna langit. Sang ratu malam kini ditemani oleh puluhan, ratusan, ribuan, jutaan, milyaran, trilyunan bintang di luar sana. Ia telah menemukan dunianya. Tidak. Memang seperti itulah dunianya. Dan akan selalu seperti itu. Tiap malam. Tiap hari. Tiap minggu. Tiap bulan. Tiap tahun.

Hanya aku di sini. Sendiri. Tidak. Kita tidak pernah benar-benar sendirian.* Aku yakin itu. Aku terenyuh kata-kata angin malam. Ya. Di saat kita merasa sendiri, kita tidak sendiri. Tuhan PASTI ada untuk menemani. Walau semua orang pergi menjauhi. Tuhan ADA dekat sekali. Ketika dunia berpaling. ALLAH HADIR. Banyak orang yang terlalu sibuk dengan dunianya, sehingga lupa akan hal itu. Mereka khilaf. Lupa. Mereka tahu. Tapi lupa.

Tuhan membuktikannya malam ini. Tentu malam-malam yang lalu. Pasti malam-malam yang akan datang.

Kicauan makhluk-Nya menghidupkan waktu. Jangkrik. Ya. Tuhan mengutus mereka agar aku tidak merasa kesepian. Di luar sana, mereka saling bersahutan. Seolah itulah cara mereka berkomunikasi. Berinteraksi. Satu sama lain. Dentuman makhluk-Nya yang lain kerap menggema di udara malam yang nyaris tak bergerak. Beku. Bisu. Dari jauh, suara tokek itu terdengar seperti memanggil. Memanggil temannya tentunya. Bukan aku. Tetes demi tetes air jatuh. Terjun dari pipa kamar mandiku yang sedikit bocor. Ember tujuannya. Mereka menemani tiap malamku.

[11 Januari 2011 00.18]
Serentak tatapan mataku jatuh di sebuah gambar grayscale dengan shade merah muda berframe cokelat tua, diikuti mata yang lain. Sepasang insan bumi yang sangat berarti dalam hidupku. Seorang cucu Adam yang tiap hari mencarikanku, ibuku, dan kedua adikku dua-tiga suap nasi, pergi pagi pulang malam, demi menghidupi kami. Seorang cucu Hawa yang dengan jaminan nyawanya melahirkanku ke dunia yang fana ini, yang menyusuiku, menggendongku, mengganti popokku, meninabobokanku, menuntunku, membangunkanku, memarahiku, membelaku, rela terjaga untukku, ikhlas mengasuhku, menyayangiku.

#now playing: potret - bunda#

Tanpa mereka, tidak ada aku. Aku bahkan tidak tahu apakah aku akan tetap terlahir ke sini. Tidak ada di antara kalian yang tahu. Tidak juga aku.

Aku sayang ibu dan ayahku.

[11 Januari 2011 00.39]
Kembali ku tersenyum. Aku teringat pesan seseorang yang melarangku untuk tidur terlalu larut. Aku tersentak. Aku belum shalat isya.

[11 Januari 2010 00.59]
Check facebook. Go to sleep. Nice sleep everyone..

"Always remember to slow down in life;
live, breath, and learn;
take a look around you whenever you have time
and never forget everything
and every person that has the least place within your heart."